Wednesday 22 December 2021

THE NATURE MATHEMATICAL THINKING

 

THE NATURE MATHEMATICAL THINKING

 

Proses berpikir adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang ketika menerima suatu jawaban untuk menciptakan kemampuan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam rangka memecahkan/menjawab suatu masalah. Menurut Sumarmo, Utari (2010), istilah berpikir matematis didefinisikan sebagai cara berpikir tentang proses matematika (matematika), atau ketika melakukan tugas matematika sederhana atau kompleks. Menurut para ahli, berpikir matematika dapat diartikan sebagai proses berpikir untuk memecahkan masalah matematika baik tingkat rendah maupun tinggi. Oleh karena itu, pengertian "penalaran matematis" didasarkan pada konsep berpikir, yang didefinisikan sebagai cara orang untuk meningkatkan pemahamannya tentang lingkungan melalui upaya untuk memantau, mengendalikan, mempelajari, atau mengevaluasi lingkungan. Pemahaman berpikir ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap orang selalu berusaha untuk meningkatkan kesadaran tentang ruang lingkup pemikirannya agar dapat mengambil keputusan dalam kerangka yang lebih luas. Berpikir Matematis berkaitan dengan konsep berpikir adalah cara untuk meningkatkan pemahaman matematika dengan mengedit data dan informasi yang diperoleh melalui penyelidikan atau studi terhadap objek matematika. Ada informasi sebelum menggunakan objek matematika. Tahap awal dipisahkan dan diubah menjadi simbol. Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa penalaran matematis adalah kemampuan seseorang untuk menghubungkan masalah dan menghasilkan ide atau gagasan untuk menyelesaikannya. Menghubungkan isu-isu tersebut berarti mengambil langkah-langkah penelitian dan evaluasi yang sistematis. Semua siswa dapat berpikir matematis jika guru terbiasa melakukan pembelajaran secara sistematis dalam bentuk penelitian logis. 

Berpikir matematis merupakan kemampuan yang penting untuk dikembangkan oleh setiap siswa. Kemampuan berpikir matematis yaitu dapat menghubungkan permasalahan-permasalahan ke dalam suatu ide atau gagasan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan matematis. Kemampuan tersebut dilakukan secara sistematis dan melalui langkah-langkah penyelidikan. Proses berpikir matematis terdiri dari 4 tahap pendalaman (specializing), memperkirakan (conjecturing), menghasilkan kesimpulan (generalizing),  dan memperkuat keyakinan (convincing) (Erik Santoso, 2021).

Proses berpikir matematis memberikan banyak kontribusi terhadap perkembangan berpikir siswa secara holistik dalam mengoptimalkan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai peserta belajar. Kaitannya dengan hal tersebut, siswa ditempa dengan berbagai hal yang mendukung kemampuan berpikir tingkat tinggi.Dalam konteks perkembangan kehidupan selanjutnya, siswa akan dihadapkan pada kenyataan hidup yang menuntut mereka untuk berpikir secara realistis diiringi berbagai kapabilitasnya yang diperoleh sebagai pengalaman belajar di sekolah. Dengan demikian, kemampuan berpikir matematis memberikan andil besar terhadap perkembangan kapabilitas siswa dalam menghadapi kenyataan hidup pada masanya yang akan datang. Di samping itu, konteks pembelajaran abad 21 memberikan satu tantangan tersendiri bahwa siswa yang saat ini belajar di level sekolah dasar, nantinya akan menghadapi kenyataan hidup yang penuh tantangan dan menuntut pola pikir yang tinggi. Dalam waktunya nanti, diharapkan dapat dilahirkan generasi emas yang benar- benar siap menghadapi tantangan global yang serba unpredictable tetapi siswa-siswa nantinya akan dengan mudah menghadapi dan menyikapinya dengan tepat dan bijaksana. 

1.     Pengertian Berpikir 

Perbedaan dalam cara berpikir dan memecahkan masalah merupakan hal yang sangat penting. Perbedaan ini mungkin sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang. Sehingga mengetahui proses dan kemampuan berpikir seseorang sangat penting dalam penelitian. Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.Sehingga berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pemahaman/pengertian maupun penyelesaian terhadap sesuatu yang kita kehendaki. 

2.     Berpikir matematis

 Berpikir matematis adalah kegiatan intelektual yang selalu menggunakan abstraksi atau generalisasi. Pada hakikatnya dasar berpikir matematis adalah kesepakatan yang disebut aksioma. Aksioma ini telah mengembangkan matematika menjadi banyak bidang matematika.

Aksioma yang digunakan untuk membangun sistem matematika menentukan bentuk sistem matematika itu sendiri. Ketika sebuah aksioma berubah, begitu juga sistemnya, begitu juga teorema yang diperoleh dari aksioma dengan menggunakan inferensi. Dunia nyata atau lingkungan alam sebagai sumber inspirasi. Kemudian diabstraksikan dan digeneralisasikan menggunakan simbol-simbol. Menggunakan bahasa matematika dengan debat deduktif, kita mendapatkan sebuah teorema yang pada akhirnya dapat diterapkan pada ilmu-ilmu lain yang berguna bagi kehidupan di dunia ini.

3.     Dimensi Berpikir Matematis 

Kemampuan berpikir matematis merupakan bentuk akumulasi dari konsep berpikir secara matematis yang mengindikasikan adanya pengembangan kemampuan: (1) pemahaman matematika; (2) pemecahan masalah matematik; (3) penalaran matematik; (4) koneksi matematik; (5) komunikasi matematik. 

Bloom menyatakan bahwa dimensi kognitif sebagaimana pengembangan dari proses berpikir tingkat tinggi dibedakan menjadi 3 dimensi, antara lain: (1) faktual; (2) konseptual; (3) prosedural; (4) metakognisi. Adapun bila dilihat dari tingkatan kognitifnya, Bloom (sebagaimana revisi yang dilakukan Anderson dan Krathwohl: 2001) membagi levelberpikir (kognisi) dalam 6 tingkatan, antara lain: (1) ingatan; (2) pemahaman; (3) penerapan; (4) analisis; (5) evaluasi; (6) kreasi. Dari keenam level tersebut, diidentifikasikan ke dalam 2 jenis level berpikir yaitu berpikir tingkat rendah (low order thinking skill) dan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Secara singkat dapat diidentifikasikan bahwa dari level 1 sampai dengan 3 merupakan golongan berpikir tingkat rendah sedangkan level 4 sampai dengan 6 merupakan aspek berpikir tingkat tinggi. 

Kaitannya dengan kemampuan berpikir matematis di sini bahwa, proses berpikir tingkat tinggi ini dapat dikembangkan seiring sejalan dengan kemampuan berpikir matematis yang memiliki 5 dimensi tersebut. Dengan demikian, konsekuensi proses pembelajaran yang dilakukan adalah perlunya pengembangan materi pembelajaran yang benar-benar menumbuhkembangkan high order thinking skill dari siswa itu sendiri (Muhammad fajar, 2017)

Nichols (Muhammad Fajar, 2017) mendeskripsikan 4 konsep pembelajaran abad 21, antara lain: (1)instruction should be student centered; (2)education should be collaborative; (3)learning should have context; (4)schools should be integrated with society. Dari keempat konsep tersebut, merupakan satu dasar kesatuan yang memberikan implikasi terhadap proses pembelajaran yang harus dilaksanakan. Pentingnya proses pembelajaran yang memberikan ruang gerak lebih leluasa kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya dalam suasana lingkungan belajar yang menantang perlu dipikirkan. Proses tersebut memberikan perhatian yang lebih kepada siswa sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran yang perlu diidentifikasikan kebutuhan baik secara fisik, psikologis, maupun kognitifnya. Dari segi tugas belajarnya, siswa tentu memiliki dasar asumsi yang perlu dicermati seiring sejalan dengan pembelajaran yang harus dilakukan. Dengan demikian, keempat konsep pembelajaran abad 21 ini dapat diimplementasikan dalam suasana belajar yang sesungguhnya untuk ketercapaian proses pembelajaran yang bersifat meaningfull learning. 

Implikasi Metode Pengajaran The Nature Mathematical Thinking yang tepat

 

Proses berpikir matematis pada siswa tentunya akan sangat bervatiasi, mengingat siswa memiliki pengalaman dari lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Ketika berhubungan dengan proses berfikir, tentu yang paling tepat diterapkan untuk melatih proses berfikir kritis siswa adalah dengan metode contekstual teaching and learning. Dalam metode ini mengandung beberapa asas. Asas-asas inilah yang mendasari pelaksanaan proses dengan menggunakan model CTL (Iis Sopiawati, n.d.), sebagai berikut: a) Konstruktivisme, merupakan proses menyusun dan membangun pengetahuan siswa melalui pengalamannya; b) Inkuiri, merupakan suatu proses pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis; c) Bertanya, siswa akan lebih aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan yang ada dari pendidik maupun orang lain yang terlibat sehingga dapat melatih kemampuan siswa dalam bertisipasi aktif; d) Masyarakat belajar, siswa harus bekerja secara kelompok dan saling membantu dalam memecahkan masalah bersama-sama; e) Pemodelan, pendidik memberikan contoh bagaimana cara menggunakan alat di lab sehingga siswa memiliki gambaran untuk mempraktikkannya sendiri.hal ini dilakukan agar siswa belajar secara konkrit bukan abstrak; f) Refleksi, merupakan bagian dari evaluasi pendidikan dan pengajaran, sehingga tujuannya untuk mengetahui apa saja factor pendukung dan penghambat yang dihadapi siswa selama pembelajaran CTL; g) Penilaian Nyata (Authentic Assessment ), penialian siswa tidak hanya ditentukan dengan aspek kognitif saja melainkan seluruh aspek termasuk afektif dan psikomotor, dan bersifat akumulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ernes, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. Routledge Falmer 

Iis Sopiawati. (n.d.). Penerapan Konsep Dasar Contextual Teaching and Learning ( Ctl ) Dalam Pembelajaran Français. 1–13.

Marsigit. 2013. The Nature of Students Learn Mathematics. Diakses pada 2 November 2021 dari https://powermathematics.blogspot.com/2012/10/the-nature-of-students-learn-mathematics.html

Muhammad fajar. 2017. Kemampuan Berfikir Matematis dalam konteks pembelajaran di Abad 21 di Sekolah Dasar. LEMMA. Vol. III No 2, Juni 2017. 

Santoso, Erik. 2013. Berpikir dan Proses Berpikir Matematis (Bagaiman Terjadi Proses Berpikir Secara Umum Dalam Diri Manusia – Belahan Otak Kiri dan Kanan). Diakses pada 2 November 2021 dari http://serbaserbikangerik.blogspot.com/2013/06/berpikir-dan-proses-berpikir-matematis.html

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik, Jurnal FMIP A UPI Bandung 

 

Filsafat Kualitatif dan Kuantitatif

 Merupakan laporan perkuliahan pertamuan 8 mata kuliah Filsafat 

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A


Kuantitatif itu menerima atau menolak yang diritualkan, saitifik itu ya metode penelitian agar bisa diterima secara kaidah-kaidah saintifik logika, sedangkan kualitatif ada kreatifitas, inovasi, fleksibilitas, keluasan, subjektifitas dan ada unsur ketidakterdugaan. Baik kuantitatif dan kualitatif sama-sama memiliki prinsip mengalir yaitu analitik dan logika dimana mengalirnya ide dan gagasan yang berupa makro kosmos dan mikro kosmos. Sebagian dari kebenaran adalah kesesuaian. 

Keilmuan itu tidak ada yang terpisah, sama dengan model kehidupan.inilah pentingnya sinkronitas antara latar belakang, rumusan, landasan teori, metodologi, analisis data sampai pada kesimpulan. Untuk kuantitatif ada replikasi atau keterlangsungan, untuk kualitatif juga diteruskan. Rata-rata untuk S2 dan S3 bermasalah pada landasan teori. Ujian skripsi tesis dan disertasi digunakan dalam rangka memperbaiki agar menjadi lebih baik. Filsafat itu diatas kualitatif dan kualitatif ditambah metafisik dan menyentuh spiritualitas. Filsafat melampaui kedua tersebut, namun tidak melampaui kuasa Tuhan. Filsafat dibuat oleh keluasan dan kedalaman sehingga melampaui batas-batas hakikat sampai kemampuan fikiran manusia.

Di era saat ini kecenderungan akan mulai masuk unsur negatif apalagi saat mendekati pilpres dimana akan menjelek-jelekkan satu sama lain, sehingga sebaiknya muncul politik netral artinya kita sebagai orang awam harus memiliki politik kebangsaan yaitu bela negara agar negara ini lebih kokoh.

Ketika membahas kurikulum tingkat satuan pembelajaran, maka dari pengalaman Prof. Marsigit ketika di Inggris, pertanyaan ditulis oleh siswa, minggu depannya terkait mata pelajaran matematika ingin belajar tentang apa? Maka mereka bisa menyampaikan sesuai aspirasi yang berbeda-beda, jawaban siswa tersebut benar-benar ditindaklanjuti oleh guru dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan, inilah yang disebut bahwa siswa punya peran dalam kurikulum. Ini adalah kurikulum yang dimaknai sebagai kedudukan kurikulum yang berbeda dengan system sentralisasi yang dibuat oleh pusat dan berlaku untuk seluruh sekolah. Ini kaitannya dengan otonomi dareh, sekolah, guru dan siswa. Di inggris ada Kurikulum tingkat satuan pembelajaran ini membahas tentang sejauh mana siswa memahami apa yang dipelajarinya sehingga setiap sekolah memiliki pencapaian yang berbeda-beda.

Saat ini ada kurikulum 2013, ada kompetensi isi, kompetensi dasar, SKKD. Artinya mana yang harus ada dimana-mana yang berlaku untuk semua sekolah dan ada yang bisa dikembangkan sekolah, inilah yang disebut dengan otonomi sekolah. Sehingga kurikulum harus benar-benar dimaknai agar benar-benar disusun dengan baik. 

Di Jepang di perang dunia II minsetnya sebagai penjajah, tapi setelah kalah perang menjadi berganti menjadi negeri yang berdamai dan berusaha menang secara ekonomi hingga perdagangan yang menguasai dunia. Jepang menciptakan jaika sebagai pendamping hubungan luar negeri untuk membantu daerah-daerah berkembang. Di jepang mencapai kejayaan lalu disusul ke Taiwan korea dan seterusnya. Saat ini, proses penguasaan telah bergeser menjadi penguasaan teknologi.

 

-Terima kasih-

LAPORAN PERTEMUAN 9 "FILSAFAT IDEOLOGI PENDIDIKAN"

 FILSAFAT IDEOLOGI PENDIDIKAN

Merupakan laporan perkuliahan pertamuan 9 mata kuliah Filsafat 

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A

 


Berbagai macam ideologi berkaitan dengan filsafat dan konteksnya akan berbeda, misalnya dari letak geografi, budaya dan seterusnya tidak akan sama, maka baik filsafat maupun ideologinya sebanyak bangsa-bangsa yang ada, karena bangsa-bangsa di dunia itu berkomunikasi. Kemudian perbedaan-perbedaan itu semain cair. 

 

1.     IDEOLOGY OF EDUCATION

Di Indonesia ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila dan tidak ada negara lain yang sama dengan indonesia. Jika dikaitkan dengan paradigma maka ideologi akan berbeda. Dalam paradigma dan ideologi dari negara gak ada yang murni sosialis, progresif, demokrasi dll. Bahkan negara demokarasi belum tentu pure demokrasi.

Dari bukunya Paul Ernest 2004 bahwa ideology of education. Tidak ada negeri yang terlepas dari kapitalisme, bahkan negara komunis juga menerapkan kapitalis negeri. Sehingga di Amerika lebih liberal, China lebih terkendali kapitalisnya, tapi di Indonesia masih mencari jati diri tapi sudah ada rambu-rambu nya yaitu demokrasi Pancasila. PR nya adalah bagaimana agar Indonesia mampu bersinergi sehingga merdeka dan punya partisipasi, sehingga yang dikatakan dan yang tidak dikatakan ada. Prof marsigit meminta mahasiswa untuk menelaah terkait the philosophy of mathematics education. 

a.     Conservative: Tidak ada negara yang tidak konservatif, negara manapun pasti ingin mengembangkan nilai-nilai yang danggap baik. 

b.     Liberal: Semua negara juga menginginkan kemerdekaan, maka tidak ada negara yang tidak mengandung liberal dalam arti normatif. Untuk menggambarkan bahwa Indonesia merdeka bisa menggunakan kata-kata demokrasi.

à Radical, conservative, liberal, Humanist, progressive, socialist, democracy.

Indonesia lebih ke demokrasi Pancasila, lalu untuk mewujudkannya apa tantangannya? Sehingga ilmu itu pada akhirnya tidak bebas/ tidak independen pada value. Segala sesuatu yang sudah dilarang tidak bisa didiskusikan dalam rangka apa? Yang termasuk dilarang apa saja?

 

2.     NATURES OF EDUCATION

a.     Obligation

b.    Preserving: preserving itu melanggengkan nilai-nilai, filsafat adalah kecenderungan yang paling banyak dipelajari. Saat kita ke luar negeri baru kita menyadari bahwa Indonesia itu sangat menyenangkan, membuat rindu, kemakmurannya, pergaulannya. Maka penting bagi kita mencoba pergi ke luar negeri agar merasakan susahnya mencari makan, ketatnya peraturan dll di luar negeri. 

c.     Exploiting: negara-negara yang menjajah dunia

d.    Transforming: kalua dilihat dari sisi ontologisnya maka sunatullah, tidak ada yang ada dan yang mungkin ada melakukan transformasi. Semuanya mengalami perubahan, yang tidak berubah asalah perubahan itu sendiri. Bagaimana mentransformasikan perubahan yanga ada. Transformasi dalam artian metode yang digunakan untuk mendidik maka menjadi kurang tepat karena menganggap siswa tidak tahu apa2 dan guru adalah sumber ilmu yang merasa paling tahu segalamnya. Jika guru salah metode maka dampaknya akan bergenerasi sehingga akan sangat berbahauya jika menerapkan transformasi dalam mengajar. Seakan akan murid tidak tahu apa2 sehingga dampaknya sangat ekstrim misalnya ada siswa yang akhirnya meninggal karena dianiaya oleh gurunya. Jangan sampai kewenangan yang diberikan kepada guru disalah gunakan untuk “menjajah” manusia. Penjajah adalah diri kita masing2. 

e.     Liberating: Rakyat juga bisa menentukan baik buruknya pemimpin, sehingga sikap pemimpin juga dipengaruhi oleh sikap rakyatnya. Sehingga seorang pemimpin harus punya wawasan yang luas, mindset yang baik.

f.      Needs: Pendidikan sebagai kebutuhan, guru harus tahu butuhnya siswa itu apa? Pendidikan adalah kebutuhan dari subjek didik atau siswa, ditanyakan kepada siswa apa yang mereka butuhkan dan komunikasikan sehingga guru paham apa yang harus dilakukan. Hal ini masih terjadi yaitu terjajah karena sudah membudaya karena indobesia pernah dijajah selama 350 tahun. Sehingga kita juga masih berhadapan dengan penjajah termasuk diri sendiri yang berpotensi menjadi penjajah

g.     Democracy: Demokrasi bisa disebut sebagai mendengarkan, artinya mendengarkan siswa apa yang mereka harapkan inginkan dan butuhkan., masalahnya jika guru mengajar banyak maka kurang bisa mendengerkan keinginan siswa.

Indonesia mengalami dijajah lalu berproses dan mengalami proklamasi kemerdekaan. Sumpah menuda adalah sumpah atau janji, jika kita mengingkari sumpah atau janji maka hancuelah negara dan hancurlah dunia. Janji murni adalah semia janji yang dihubungkan dengan agama maka disebut janji murni, janji yang berkaitan dengan bela negara juga termasuk janji murni. Janji yang berhubungan dengan keoompok dan kaidah2 hukum sudah tidak murni lagi, janji itu bisa jangka pendek menegah dan Panjang. Janji itu harus bisa dipercaya dan istiqomah sampai kapan dilaksanakan, sehingga berjanji itu tidak mudah. Janji dalam pikiran adalah meletakkan kesepakatan, landasa, asumsi dasar dalam pikiran.

Hakikat keilmuan menggunakan 5 unsur yaitu body of knowledge, science of truth, structure of trutch, process of thinking, social activities.

Dari tesisnya dicari antithesis. Antithesis artinya tidak setuju, pertanyaan, mencari jawaban dan seterusnya. SD SMP masih berfikir konkrit/informal, jika mahasiswa sudah berfikir abstrak.

Inovasi apapaun di Indonesia akan mentok dan gagal, hal ini bersamaan dengan habisnya dana, maka unruk memperoleh inovasi dan proyek lagi adalah dengan memperjelek hasil dengan program-program sebelumnya, hal ini berpengaruh kepada siswa dengan hasil skripsi mahasiswa. Mengapa mentok? Karena kita berhubungan dengan mindset, ibarat burung mprit menjadi elang sehingga sulit. Artinya merubah mindset seorang siswa pasti sangat sulit. 

Matematika didefinisikan sebagai kreativitas atau kegiatan social. Yang berhubungan dengan filsafat adalah pikiran bagian dari kehidupan, yang paling dekat dengan filsafat adalah Bahasa karena filsafat adalah penjelasan, selanjutnya adalah matematika. Yang terpenting saat ini dalah bagaimana mendukung siswanya. Psikologi saat ini juga kuantitaif, cenderung yang kualitatif ditinggalkam, kecenderungan orang kurang inovatif karena terlalu enjoy dan menjadi kebiasaan. Fisika diartikan sebagai kegiatan sosial untuk memahami benda-benda lingkungan, matematika juga sebagai kegiatan sosial, hal ini jika dihubungkan dengan anak-anak kecil.

 

-Terima kasih-

Milestones Critique of Pure Reason (Sebuah Resume dari Buku The Critique of Pure Reason oleh Immanuel Kant)

Filosofi Kritis Immanuel Kant

 Sebuah Resume dari Buku The Critique of Pure Reason oleh Immanuel Kant. 





Perdebatan yang muncul tentang filsafat selama hidupnya. Setelah Kant mempublikasikan disertasinya pertama kali di University of Doctrine di University of Berlin. Di disertasinya tersebut menceritakan tentang kompromi bahwa dia telah tiba di mana secara filosofis tidak berkelanjutan dan dia membuat perubahan mendadak yang secara mendasar mengubah posisi filosofisnya dan dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1771 kepada temannya Marcus Hertz, Kant mengumumkan bahwa dia akan segera menerbitkan sesuatu yang dia sebut Critique of Pure Reason. Tetapi kemudian tahun berikutnya pada tahun 1772 Kant bertemu dengan David Hume dan khususnya kritik skeptis terhadap kesimpulan kausal yang telah disajikan Hume dalam risalah sifat manusia, secara harfiah tidak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki posisi lebih baik untuk menghargai kekuatan penuh kritik skeptis manusia selain ditenangkan dan ketika dia membacanya dia segera menyadari bahwa dia telah sepenuhnya mengubah posisi filosofis yang akan dia umumkan dalam kritiknya terhadap akal. 

Tetapi sembilan tahun kemudian pada tahun 1781 Kant menerbitkan Critique of Pure Reason, pada saat itu ia meluncurkan periode produktif yang luar biasa. Kant pertama kali menerbitkan edisi pertama pada tahun 1781 dan pada tahun 1783 dia menerbitkan sesuatu yang disebut prolegomena untuk setiap metafisika masa depan. Dua tahun kemudian dia menerbitkan apa yang secara luas dianggap sebagai karya terbesar filsafat moral yang pernah menulis dasar kedokteran metafisika moral dan kemudian tidak lama setelah itu muncullah edisi kedua. Kant menerbitkan fondasi metafisika ilmu alam pada tahun 1786, sebuah buku besar yang pada dasarnya dibuat untuk berdamai dengan fisika Newton, tahun berikutnya dia menerbitkan edisi kedua dari Critique of Pure Reason

Setahun kemudian ia menerbitkan kritiknya yang kedua, kritik alasan praktis dari sebuah karya yang sangat penting dari filsafat moral dan dua tahun setelah itu kritik penilaian yang membahas penilaian estetika dan penilaian teleologis dan kemudian setahun setelah itu sebuah karya disebut metafisika moral yang di dalamnya. Terdapat beberapa hal yang sangat penting tidak hanya tentang etika tetapi juga tentang filsafat hukum dan politik. semua karya ini kurang lebih telah dipikirkan Kant selama sembilan tahun ketika dia mengerjakan kritik pertama dan dia memiliki konsepsi sistematis yang rumit tentang pengorganisasian filosofi totalnya yang dia curahkan dari pekerjaan demi pekerjaan. Dalam hal ini Kant yang kebetulan seorang hipokondria dan berpikir dia tidak akan hidup lama. Kita dapat melihat perkembangan yang membentang dari abad pertengahan hingga periode modern awal Descartes dan Leibniz yang berpuncak pada karya Kant, dan tokoh kunci transformatif tersebut adalah Kant.

Pada perdebatan yang agak tumpang tindih yang pertama, tetapi tidak benar-benar identik dengan itu, debat kali ini bukan tentang metafisika dan fisika melainkan tentang teori pengetahuan, tentang sumber-sumber pengetahuan manusia sifat pengetahuan manusia batas-batas pengetahuan manusia ini juga menjadi perdebatan antara Descartes dan Leibniz di satu sisi dan filsuf tersebut adalah Locke. John Locke dan George Barclay dan David Hume di sisi lain dan karena pengadilan dan Leibnitz dan tokoh-tokoh sekunder yang terlibat di benua Eropa dan karena Locke adalah orang Inggris dan Barkley adalah orang Irlandia dan Hume adalah Skotlandia mereka disebut sebagai empiris Inggris dan yang lainnya disebut rasionalis continental. Perselisihan selesai sumber pengetahuan manusia dengan rasionalis mengatakan bahwa pengetahuan kita berasal secara fundamental dari penggunaan akal dan persepsi sebenarnya adalah panduan inferior dan menyesatkan yang tidak dapat diandalkan ke dunia rasionalis.

Pemikiran Immanuel Kant dan Kritisisme Kantian berusaha menyatukan rasionalisme dan empirisisme dalam semacam fenomenalisme “baru” (fenomenalisme jenis unggul). Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a-priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonom-lah jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara inheren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan (unity). Sebenarnya bisa dikatakan bahwa Kritisisme Kantian yang sumbernya dari ajaran Kant merupakan dasar dari aliran idealisme dan positivisme. Tujuan utama Critique of Pure Reason adalah mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme (antara akal budi dengan indera) dengan menunjukkan bahwa keduanya saling melengkapi. 

Menolak sama sekali noumenon (hal dalam dirinya sendiri, atau obyek), idealisme mereduksikan realitas kepada fenomena dari “ego” impersonal yang menampilkan aktivitasnya secara dialektis. Positivisme, pada gilirannya, mereduksikan realitas kepada sekadar fenomena dari materi. Idealisme dan positivisme kemudian melahirkan eksistensialisme kontemporer, filsafat tanpa metafisika dan dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan tentang dunia yang diselenggarakan oleh daya-daya imanen. Sama seperti pendahulunya, eksistensialisme tidak mampu menawarkan jalan keluar definitif bagi masalah-masalah perenial filsafat.

 

BAB I. KONSEP UTAMA CRITIQUE OF PURE REASON

Ada beberapa konsep utama dari buku yang ditulis oleh Kant, diataranya adalah

1.      Estetika dan Intuisi

Estetika merupakan cara pandang masyarakat awam terhadap sesuatu dalam hal ini merupakan ungkapan apresiasi terhadap keindahan atau seni. Estetika menurut Immanuel Kant ada empat yaitu:

         Estetika merupakan persepsi yang ditangkap melalui indra secara langsung

         Estetika terdiri dari aspek intuitif dan konseptual

         Persepsi didapatkan melalui kesadaran dalam melihat realita dan membentuk konsep

         Intuisi dibangun berdasarkan pengamatan lansung tanpa adanya konseptualisasi terlebih dahulu

2.      Revolusi Copernicus dalam Filsafat Kantian

Menurut penganut empirisme, akal budi merupakan pusat hasil pengamatanMenurut Kant, akal budi merupakan partisipator dari proses pengamatan dan akal budi memprakarsai dan membentuk pengalaman

3.      Sifat dasar pengetahuan

Pengetahuan berasal dari pemahaman umumAkal budi menjadi kunci untuk mengeksplorasi proses membangun pengetahuanPengetahuan disini terbagi menjadi empat yaitu: pernyataan bersifat analitikpernyataan bersifat tidak analitikpernyataan disebut benar secara a-priori, pernyataan disebut benar secara a-posterioriLogika didasari oleh pernyataan yang bersifat analitik dan a-priori. Pengalaman didasari oleh pernyataan yang bersifat sintetik dan a-posteriori.

4.      Pernyataan A-priori Sintetik

David Hume (1711-1776), menolak segala bentuk pandangan yang membenarkan a-priori sintetik. Sedangkan Kant menyatakan bahwa  “a-priori sintetik merupakan sesuatu yang esensial, karena merupakan bagian dari keutuhan nalar kita”. Kant menciptakan pikiran dalam kerangka aktif proses mengetahui dan a-priori sintetik merupakan cara pikiran untuk aktif dalam proses mengetahui.

5.      Fenomena dan Noumena

Kant menyatakan “fenomena” merujuk pada dunia sebagaimana tampak pada kita dari perspektif personal. Dunia fenomena berbeda dengan dunia noumena. Sehingga menurut Kant kita tidak akan bisa mengetahui dunia noumenaDunia yang kita kenal dan tinggali merupakan dunia fenomena yang diorganisasikan oleh pemikiran kita dengan mensintesiskan banyak data. Melalui konsep ini, Kant berpendapat bahwa dunia kita terbatas pada batas kemampuan memahami dan mengkonseptualisasikan sesuatu.

 

BAB II. PENGETAHUAN TRANSEDENTAL

Immanuel kant merupakan filsuf terbesar di zaman modern karena berbagai kritiknya yang mendalam mengenai segala bentuk pengetahuan manusia. Pemikiran Immanuel kant hampir mempengaruhi semua cabang filsafat. Kant terkenal sebagai filsuf yang berhasil mendamaikan rsionalisme dan empirisme, ini tidak salah tapi bukan ini yang ingin dilakukan Immanuel kant. Buku “the critique of pure reason” merupakan buku yang mendasari seluruh pemikiran Kant. Buku tersebut sangat sulit dipahami sehingga banyak filsuf salah memahmi buku tersebut. Untuk menghindarinya maka kant menulis buku lainnya.

1.     Deduksi Transendental

Proyek Kant adalah filsuf epistemologi tentang ilmu pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu terjadi. Ini sebenarnya kesan yang kurang tepat. Metafisika adalah cabang filsaafat yang berusaha melampaui indrawi seperti Tuhan, substansi dll. Tujuan Immanuel Kant adalah membentuk suatu filsafat transsendental. Filsafat transcendental merupakan filsafat yang melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa/pengalaman manusia. Prinsip transedental ini diberikan oleh Immanuel Kant agar ada prinsip pengetahuan yang berlaku umum dan mutlak bagi manusia.

 

2.     Pengetahuan murni dan pengetahuan empiris

Menurut Kant suatu pengetahuan yang mutlak dan umum itu tidak bisa diperoleh dari pengalaman manusia, karena manusia akan memperoleh pengetahuan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya dan pengalaman mereka diperoleh dari tempat/ruang dan waktu berbeda-beda. Menurut Kant, pengetahuan yang berhubungan dengan indrawi tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi pengetahuan tentang Tuhan itu tidak mungkin karena Tuhan karena kita tidak bisa mengindra Tuhan.

Kant menginginkan agar metafisika menjadi suatu ilmu, yaitu pengetahuan tentang “hal-hal yang memungkinkan yang indrawi”, ini merupakan satu langkah sebelum empiris. Kant bertanya apa yang memungkinkan bagi kita untuk mengetahui yang indrawi itu. Proyek Metafisika adalah penelitian tentang struktur apriori (pra/mendahului pengalaman) syarat -syarat yang mendahului sebelum pengalaman. Itu yang ingin diteliti Kant. 

Kant memunculkan beberapa istilah baru guna mendukung filsafatnya, antara lain: Sensibilitas, yang berarti sarana kita untuk mendapatkan intuisi. Sensibilitas bersifat reseptif, melaluinya intuisi langsung ditransfer ke pikiran, intuisi diberikan oleh sensibilitas, sehingga keduanya saling melengkapi. Forma merupakan struktur yang kita gunakan dalam memandang fenomena. Sedangkan konsep merupakan cara bagaimana kita memahami dan mengkategorikan fenomena guna mendapatkan pengetahuan. Forma merupakan bagian intuisi. Sementara konsep dapat dipelajari dan diterapkan oleh intuisi untuk memahami forma.

Sehingga menurut Kant, pengetahuan yang mutlak dan umum hanya bisa diperoleh dari akal budi murni (bisa dilihat di buku “the critique of pure reason”) yaitu yang berisi teoritis untuk menangkap pengetahuan-pengetahuan maupun pengertian. Tugas utama kant adalah menyelidiki akal budi murni untuk memperoeh prinsip-prinsip pengetahuan yang berlaku secara umum dan mutlak. 

3.     Forma Ruang dan Waktu

Ruang dan waktu mengindikasikan bahwa untuk memperoleh pengetahuan, kita harus menyesuaikan dengan ruang dan waktu nya. Diantara gejala-gejala objek pengetahuan manusia, ada pula gejala2 hukum dimana Kant ingin menyelami untuk memperoleh pengertian yang tepat agar hukum itu dapat diturunkan secara tepat pula. Sebelum membahas akal budi praksis, kant mengungkapkan suatu teori tentang pengetahuan teoritis. Di dalam pengetahuan teoritis itu terdapat dua bentuk, yaitu: pengamatan lahiriyah dan pengamatan batiniah. Dari 2 bentuk pengamatan itulah akhirnya kant bisa memperolah suatu pengetahuan. Menurut Kant, pengetahuan dapat dikategorikan menjadi empat aspek yaitu kuantitas, kualitas, hubungan dan modalitas.

Dari keempat kateogori inilah selanjutnya manusia dapat memahami sesuatu dan akhirnya mendapatkan suatu pengertian dan pemahaman ini menjadi suatu pengetahuan manusia. Sehingga diperolehnya pengetahuan manusia itu karena pada dasarnya manusia memiliki 4 kategori tersebut. Bila dikaitkan dengan ruang dan waktu, maka bisa dicontohnkan bahwa manusia hidup dalam perintah kewajiban, dari kewajiban itulah muncul prinsip-prinsip norma-norma moral. Darimanakah norma-norma moral ini berasal? Kant ingin membagi 2 antara materi dan bentuk. Materi berisi tentang norma-norma (ketaatan, kebaikan, kebahagiaan) dan bentuk itu sifat mewajibkan dari norma-norma tersebut. Sehingga sejatinya manusia harus bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada atau berdasarkan kewajiban. Misalnya ada seorang guru yang berbuat baik, tapi dia berbuat baik karena ingin memperoleh nama baik, maka dia disebut sebagai imperative heteronom. Tetapi Ketika guru melakukan keadilan karena berdasarkan kewajiban maka disebut imperative kategoris.

BAB III. LOGIKA KANTIAN

1.      Metode Logika 

Kant berpendapat bahwa pemahaman merupakan hal yang esensial karena pengetahuan selalu melibatkan dua komponen, yaitu intuisi dan konsep. Kant menyatakan bahwa logika merupakan ilmu tentang hukum pemahaman. Kant membagi logika ke dalam tiga kategori, sebagai berikut: 

a.      Logika Umum, yang merupakan studi tentang pemahaman secara umum, yang berarti pemahaman tentang intuisi empirik dalam pembentukan konsep.

b.      Logika Khusus, tidak berhubungan langsung dengan pengetahuan tertentu, melainkan merupakan refleksi dari area pengetahuan yang sudah mapan terlebih dahulu. 

c.      Logika Transendental merupakan studi tentang pemahaman murni, tanpa referensi pada pengalaman. Jadi, logika transendental merupakan ilmu tentang konsep–konsep pemahaman murni. Sebagai konsekuensinya, logika transendental merupakan penelitian tentang asal usul, ekstensi dan validitas tujuan pemahaman murni. Kant berpendapat bahwa dialektika merupakan logika ilusi yang sesat. Maka dari itu, dalam Critique of Pure Reason, Kant hanya menggunakan dialektika untuk mengkritik metode logika ini sendiri. 

Immanuel Kant menyajikan studinya mengenai putusan sintetis a priori dalam Critique of Pure Reason menjadi tiga bagian, yaitu:

a.     Transcendental Aesthetic (Estetika Transendental), Kant menyelidiki unsur-unsur pengetahuan yang masuk akal mengacu pada suatu bentuk a priori ruang dan waktu. Objek penelitian ini adalah untuk membuktikan matematika sebagai ilmu yang sempurna.

b.     Karya Transcendental Analytic  (Analitika Transendental) adalah sebuah penyelidikan ke dalam pengetahuan intelektual. Obyeknya adalah dunia fisik, dan ruang lingkupnya adalah membuktikan “fisika murni” (mekanik) sebagai ilmu yang sempurna.

c.     Objek penelitian dari Transcendental Dialectic (Dialektika Transendental) adalah realitas yang melampaui pengalaman kita; yaitu esensi Allah, manusia dan dunia. Kant mereduksikan objek-objek dari metafisika tradisional ini kepada “ide-ide,” yang tentangnya berputar-putar secara sia-sia, tanpa harapan untuk bisa tiba pada sebuah hasil yang pasti.

 

A.   Transcendental Aesthetic (Estetika Transendental)

Dalam Critique of Pure Reasonawal pengetahuan adalah sensibilitas. Artinya pengetahuan berawal dari proses sensasi atau pengindraan. Istilah estetika mengacu pada pengertian studi tentang persepsi yang ditangkap melalui indera secara langsung. Kant membagi estetika menjadi dua bagian, yaitu aspek intuitif dan aspek konseptual. Intuisi yang dimaksudkan oleh Kant di sini hanya merujuk pada suatu kondisi pengamatan sesuatu, tanpa konseptualisasi terhadap data tersebut. 

Bagi Kant, ruang dan waktu bukanlah realitas yang eksis dalam dirinya sendiri, sebagaimana dipercaya Newton. Ruang dan waktu juga bukan realitas yang dihasilkan oleh pengalaman, sebagaimana dipertahankan Aristoteles. Ruang dan waktu lebih merupakan bentuk-bentuk a-priori. Pengetahuan pada tingkat pengindraan (intuisi murni) membawa dalam dirinya semacam kegentingan (exigencies), bahwa setiap pengindraan (sensation) harus dilokasikan dalam ruang, entah itu di atas, di bawah, di sebelah kiri atau kanan, dan dalam waktu, yakni sebelumnya, sesudahnya, atau yang bersamaan dengan pengindraan lainnya. Demikianlah, ruang dan waktu adalah kondisi-kondisi, bukanlah eksistensi dari sesuatu tetapi posibilitas dari keberadaannya yang termanifestasi di dalam diri kita. Singkatnya, ruang dan waktu adalah bentuk-bentuk subjektif. Sedangkan aritmatika dan geometri adalah ilmu mutlak, bukan karena mereka mewakili sebuah aspek universal dan keniscayaan dari dunia fisik tetapi karena mereka adalah konstruksi a-priori jiwa manusia dan menerima darinya universalitas dan keniscayaan.

B.    Transcendental Analytic  (Analitika Transendental)

Ada 12 kategori intelek, dan dibagi oleh Kant menjadi empat kelas, yakni kuantitas, kualitas, hubungan, dan moda. Keduabelas kategori berfungsi sebagai kerangka acuan di mana hukum-hukum mekanis alam bisa dipahami. Perlu dicatat bahwa unifikasi permanen dari data yang diinderai ini hanya mungkin dengan syarat bahwa intelek pemersatu (yang dimaksud adalah intelek) tetap identik dengan dirinya sendiri. Jika intelek berubah-ubah di hadapan data yang diinderai, mustahil mencapai suatu unifikasi permanen. Demikianlah universalitas dan objektivitas ilmu pengetahuan menyiratkan keabadian intelek dalam identitasnya.

C.   Transcendental Dialectic (Dialektika Transendental)

Dialektika Transendental membawa kita ke tingkat ketiga dari pengetahuan manusia. Inilah bagian dari pengetahuan manusia yang menyibukkan diri dengan “ide-ide” yang oleh Kant sendiri disebut sebagai rasio. Bagian ketiga dari Critique of Pure Reasonbertujuan untuk melihat apakah ide-ide mengenai “ego”, “dunia”, dan “Allah” memungkinkan kita untuk mengetahui kenyataan sebagaimana mereka representasikan, atau apakah pengetahuan tersebut tidak mungkin. Ide-ide ini pada gilirannya akan menjadi semacam wadah subjektif tanpa makna. Jelas bahwa kritisisme Kant berakhir dalam skeptisisme. Rasio murni selalu terhubung dengan intuisi yang bisa diindrai, dan karena itu tidak dapat sampai pada pengetahuan tentang ego personal, dunia, dan Allah. Ketiga realitas ini melampaui data-data intuisi.

2.     Sintesis Konsep – Konsep 

Tindakan konseptualisasi (tindakan penyatuan bermacam representasi) dilakukan akal budi melalui pemahaman. Tindakan ini dikenal dengan istilah sintesis representasi. jangkauan konsep yang masuk ke dalam pikiran kita hanya dibatasi oleh kekuatan imajinasi. Namun, penerapan konsep dibatasi oleh representasi yang diberikan oleh berbagai macam intuisi. 

3.     Kategori – Kategori 

Kant memperkenalkan kategori sebagai konsep–konsep murni tentang pemahaman. Kant menurunkan dua belas kategori. Kedua belas kategori ini bersifat ‘murni’ karena tidak merujuk langsung terhadap pengalaman. Tetapi konsep–konsep tersebut menunjukkan ukuran komparatif terhadap muatan empiris. Kategori–kategori ini membentuk aturan–aturan yang melaluinya sintesis konsep dapat tercapai. Kategori – kategori merupakan kondisi yang diperlukan guna menghasilkan sintesis. Kant menurunkan kategori – kategori dengan menggunakan deduksi transendental. Jadi, dapat disimpulkan, bahwa kategori – kategori merupakan kondisi yang dibutuhkan demi tercapainya pengetahuan. 

BAB IV. DEDUKSI KATEGORI – KATEGORI

1.     Tahapan Pemahaman

Pemahaman menurut Kant adalah kemampuan intelektual yang spontan, aktif dan kreatif dalam membentuk konsep. Pemahaman selalu bersifat memediasi. Pemahaman berbanding terbalik dengan sensibilitas yang bersifat sensual, pasif dan reseptif. Pemahaman membutuhkan dua hal, yaitu: fakultas konseptualisasi dan fakultas pemahaman yang menerapkan konsep pada objek. Kant merumuskan tiga tahapan dalam proses memahami yaitu:

a.     Sinopsis (Synopsis), Peleburan pengalaman berbagai macam intuisi secara bersama–sama. 

b.     Imajinasi (Imagination), Penyatuan, pengukuhkan dan pembandingan impresi–impresi yang didapatkan dari pengalaman 

c.     Pengenalan (Recognition), Representasi objek pengalaman melalui konsep. 

Ketiga tahapan ini merupakan susunan yang teratur dalam proses memahami. Maka dari itu, imajinasi senantiasa bergantung pada sinopsis. Sedangkan pengenalan senantiasa bergantung pada imajinasi. Meskipun demikian, pola kerja ketiga tahapan ini bersifat simultan. Susunan tahapan ini mewakili ketergantungan logis, bukan ketergantungan temporal.

2.     Metode yang Digunakan dalam Deduksi Kategori-Kategori

Penganut rasionalisme umumnya memperlakukan kategori – kategori sebagai substansi. Lalu kausalitas sebagai pengetahuan bawaan yang merupakan fondasi bangunan seluruh pengetahuan. Sebaliknya, para filsuf empiris berpendapat bahwa kategori – kategori merupakan teorema yang hanya bisa didapatkan melalui analisis empirik. Pandangan empiris ini dapat kita temukan pada pandangan Hume. Hume berpendapat bahwa kausalitas merupakan konsep empiris yang didapatkan melalui kebiasaan. Kant mengkritik pandangan empiris Locke dan Hume. Deduksi transendental terhadap kategori – kategori merupakan pekerjaan yang bersifat subjektif. Namun deduksi ini berguna untuk menghasilkan kategori – kategori validitas yang objektif. 

3.     Sintesis Transedental Apersepsi

Kant menggunakan istilah apersepsi untuk menunjukkan pengalaman yang datang secara bersamaan dengan kesadaran diri dalam kesatuan transendental. Tanpanya kita tidak akan mampu untuk mensintesis intuisi – intuisi. Artinya, untuk menyatukan beragam intuisi yang saling terpisah satu sama lain menjadi satu konsep tunggal, disyaratkan rasionalitas terpadu. 

Kesatuan transendental diturunkan dengan menggunakan metode deduksi transendental sebagai berikut : hanya jika terdapat kesatuan transendental maka mampu disintesiskan konsep – konsep, saya pernah mensintesiskan konsep (misalkan tentang wanita dewasa), maka dari itu terdapat kesatuan transcendental. Substansi dan kausalitas merupakan cara kita mengorganisasikan data yang kita terima melalui intuisi – intuisi. Hal ini dibutuhkan guna mencapai suatu pemahaman. Menurut Kant, jika kita tidak menggunakan kedua kategori ini, maka dunia akan nampak sebagai luapan pengalaman : sesuatu yang bahkan melebihi kondisi mimpi.

BAB V. TENTANG KONSEP DAN OBJEK

1.     Aku yang Kognitif dan Aku yang Empiris

a.     Aku Kognitif terlepas dari sisi psikologis insting maupun sosial ekonomi

b.     Aku berkaitan dengan permasalahan keduniaan ketika bertindak dengan hal penting lebih pada sesuai akal pikiran dengan kondisi nyata. 

c.     Seperti pendapat Sigmund Freud bahwa kita tidak mengetahui apa yang menjadi motivasi tindakan kita

d.     Bagi Kant aku empiris adalah fenomena, melalui proses inderawi berdasarkan pengalaman atau kejadian yang pernah dialami

e.     Jati diri kita noumenal yang tidak diketahui diri kita

2.     Batasan Kategori-Kategori

a.     Kategori yakni memahami dunia melalui intuisi. Kategori tidak dapat ditempatkan diluar pengalaman. 

b.     Ada Batasan dalam berpikir dan bertindak seperti dibatasi oleh konsep Ketuhanan dan spiritualitas juga oranglain/masyarakat

c.     Batasan nalar dalam konsep melalui proses memahami 

d.     Tuhan tidak diturunkan dari kategori-kategori

e.     Seperti konsep ketuhanan itu bukan bagian dari pengetahuan tetapi bagian keimanan. Keyakinan yang dimiliki manusia. 

3.     Objek

a.     Obyek berdasarkan kategori-kategori

b.     Adanya pertanyaan-pertanyaan apa yang telah dipahami objek melalui intuisi yang dhubungkan dengan melalui pemahaman.

c.     Pengetahuan diperoleh melalui kerja pikiran

d.     Manusia mengetahui segala sesuatu yang Nampak ibatasi kegiatan yang dibatasi oleh pengalaman. 

e.     Dalam hal ini mengkonstruksikan sistem pengetahuan dengan keniscayaan

f.      Hukum alam memiliki objektifitas dapat melalui konsensus yang mengetahui kebenaran hukum yang memiliki intersubjektivitas. Hal tersebut didapatkan dari interaksi dalam komuniksi antar individu. 

 

BAB VI. PENERAPAN KATEGORI

1.     Batasan dan Berbagai Kemungkinan Pengalaman 

Kategori – kategori hanya bermakna jika dikaitkan dengan pengaplikasiannya pada intuisi. Akan tetapi, kategori – kategori juga menghadirkan kondisi yang memungkinkan kita untuk mencecap pengalaman. Hal ini dikarenakan kategori – kategori merupakan satu – satunya kaidah kita dalam memahami dunia. 

2.     Fakultas – Fakultas Pengetahuan 

Terdapat tiga fakultas pengetahuan, yaitu pemahaman (understanding); penilaian (judgement) dan penalaran (reason). Pemahaman bertindak guna menghasilkan konsep, sementara fakultas penilaian berguna untuk menghasilkan suatu nilai dan nalar bertindak sebagai pemberi kesimpulan. Ketiga fakultas pengetahuan ini dijadikan wilayah studi logika umum Kantian. 

 

3.     Skematisasi Konsep – Konsep Murni Tentang Pemahaman 

Pembahasan ini dapat dikatakan merupakan bagian inti dari Critique of Pure Reason. Kant menjawab pertanyaan ini dengan menyatakan bahwa konsep mencapai eksistensinya melalui skema, yang mana merupakan kaidah – kaidah tentang bagaimana konsep tersebut diterapkan. Akan tetapi, skema juga harus mampu menjembatani perbedaan antara konsep – konsep intelektual yang abstrak dengan objek – objek inderawi. Dengan demikian, satu – satunya kandidat yang dapat melaksanakan tugas ini hanyalah forma murni intuisi, yang bersifat murni sekaligus merupakan bagian dari struktur pengalaman.

BAB VII: ANALOGI – ANALOGI

 

Pendapat Immanuel Kant tentang Analogi diantaranya adalah Dalam analogi, pengalaman hanya mungkin melalui representasi dari koneksi persepsi yang diperlukan. Pengalaman adalah kognisi empiris. Dalam pengalaman persepsi kita datang bersama-sama secara kontingen sehingga tidak ada karakter kebutuhan dalam hubungan mereka,muncul atau dapat muncul dari persepsi itu sendiri. Pengalaman adalah kognisi objek melalui persepsi. Penentuan keberadaan objek dalam waktu hanya dapat terjadi melalui hubungan mereka dalam waktu secara umum, akibatnya hanya melalui a-priori yang bisa menghubungkan konsepsi. Contoh analogi sibstantif, kausalitas dan komunitas menurut Immanuel Kant yaitu: 

a.     Subatantif: Semua Perubahan substansi penampilan besifat permanen, kuantumnya di alam juga tidak bertambah maupun berkurang; Dalam Antologi pertama, Kant mencirikan substansi sebagai sesuatu yang dapat di eksis sebagai subjek dan tidak pernah sebagai predikat dari sesuatu yang lain

b.     Kausalitas: Semua perubahan terjadi karena ada kesuaian dengan hukum sebab akibat; Hubungan sebab dan akibat adalah kondisi validitas objektif dari penilaian empiris kami sehubungan denganurutan persepsi kebenaran empiris mereka yaitu pengalaman mereka. 

c.     Komunitas: Semua Substansi secara Simultan Berada pada sebuah komunitas; Semua subtansi yang  dapat dirasakan dalam sebuah ruang  secara simultan melalui sebuah interaksi.

 

BAB VIII. KRITIK TERHADAP IDEALISME

Kant menyanggah 2 pandangan idealism material, yaitu idealism Cartesian (idealisme problematik dimana meragukan keberadaan objek-objek eksternal sehingga tidak perlu dibuktikan) dan Idelisme Berkeley (idealisme dogmatik dimana seluruh objek-objek eksternal bersifat semu dan tidak dapat dipercaya). Kant juga menolak pandangan kaum empiris, hal ini karena kaum empiris mengklaim bahwa ruang dan waktu merupakan struktur eksternal pada persepsi. Bagi Kant, argumen mereka dapat dengan mudah dipatahkan oleh kaum idealis dogmatik. Kant menunjukkan bahwasanya ruang dan waktu merupakan forma sensibilitas dan hal tersebut mematahkan argument Idealisme Berkeley. Kesimpulanya adalah bahwa ‘Aku’ bukanlah bentuk kesadaran diri dalam artian penuh, melainkan melibatkan pengenalan akan hal – hal lain. ‘Aku’ Cartesian, bahkan dapat dikatakan tidak memiliki tubuhBahkan bagi Kant, tidak diperlukan konsep ‘Aku’ untuk melacak perziarahan hidup kita dalam ruang dan waktuYang diperlukan adalah pembatasan gagasan pada pandangan subjektifPembatasan ini menyiratkan keluasan dunia, sementara kita terbatasApapun bentuk pembatasan tersebut, akan muncul rangkaian kisah tentang bagaimana hal – hal yang nampak sebagai subjek pada berbagai waktu yang berbeda akan koheren dengan berbagai teori empiris tentang perziarahannya sepanjang waktu di bumiTeori tersebut pada gilirannya akan mengandaikan teori tentang bagaimana hal-hal yang baik di sekitar subjek, maupun di tempat lain: suatu teori tentang dunia sebagaimana terdistribusi dalam ruang.


BAB IX: NOUMENA

Noumena merupakan dunia batas yang berada di balik kenyataan.  Das Ding an Sich Bahasa Jerman yang artinya "benda pada dirinya sendiri". Imanuel Kant memandang bahwa Penampakan suatu objek bukanlah suatu objek. Objek tersebut ada hanya terbatas dari tangkapan panca indra manusiasedangkan benda yang asli berada di dunia noumena atau berada di luar batas dunia fenomenal manusia. Misalnya, buku yang kita lihat sebenarnya bukan buku yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah tanggkapan panca indra menusia dari apriori yang dimiliki. Terdapat benda yang asli dalam objek buku yang menusia lihat dan benda sebenarnya berada di dunia noumena yang tidak dapat dijangkau oleh indra dan pengetahuan Manusia..

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

F.Max Muller. 1922. Critique of Pure Reason Immanuel kant’s: translated into English second edition. New York: The Macmilan Company. 

J.M.D Meiklejohn. 2010-2013. Immanuel Kant: The Critique of Pure Reason. Translated in English. https://uny.academia.edu/MarsigitHrd/Papers

Robert Paul Wolff. 2016. Kant, Critique of Pure Reason, Robert Paul Wolff Lecture 1https://www.youtube.com/watch?v=d__In2PQS60

Sandy Hardian Susanto Herho. 2016. Critique of Pure Reason: Sebuah Pengantar. Bandung: Penerbit Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan ITB 

------- . Filsafat Kritisisme Immanuel kant. http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/FILSAFAT_IMMANUEL_KANT.doc

 

THE NATURE MATHEMATICAL THINKING

  THE NATURE MATHEMATICAL THINKING   Proses berpikir adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang ketika menerima suatu jawaban untuk menci...