Wednesday 22 December 2021

TUGAS AKHIR 1. PENGEMBANGAN EVALUASI UNTUK PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN INOVATIF

                                             TUGAS AKHIR 1

PENGEMBANGAN EVALUASI UNTUK PENDIDIKAN 

DAN PEMBELAJARAN INOVATIF

 

 

 






 

 

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, MA.

Mata Kuliah       : Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan 

 


Nama                 : Riana Nurhayati, M.Pd.

NIM.                  : 21701261034

Prodi                  : S3/Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

 

 


 

 

TAHUN 2021

 

---------------------------------------------------------------------------------

PENGEMBANGAN EVALUASI UNTUK PENDIDIKAN 

DAN PEMBELAJARAN INOVATIF

 

Oleh:

Riana Nurhayati

 

Abstrak

 

Abad 21 merupakan suatu era dimana manusia dituntut untuk selalu belajar sepanjang hayat. Pendidikan abad 21 juga mengarahkan pendidikan untuk berpusat kepada siswa, maupun menerapkan inovasi pembelajaran sehingga guru juga harus mempertimbangkan apa yang siswa butuhkan dan karakteristik dari siswanya. Fairness asssessment adalah penilaian atau evaluasi untuk pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk menunjukkan prestasinya. Sehingga bisa mengindikasikan bahwa dengan melaksanakan fairness assessment ini sebagai bentuk penilaian inovatif dalam menciptakan penilaian kelas berkualitas tinggi. Penilaian kelas berkualitas tinggi juga akan mepengaruhi pembelajaran dan memberikan pelaporan prestasi siswa secara adil dan kredibel untuk memberuk sosok manusia di abad ke 21. Untuk mendapatkan fairness assessment fairness asessment sebagai bentuk penilaian inovatif dalam upaya menciptakan penilaian kelas berkualitas tinggi 21st century maka setidaknya harus memenuhi 6 kriteria penilaian, diantaranya meliputi: 1) transparansi, 2) kesempatan untuk belajar, 3) pengetahuan dan keterampilan prasyarat, 4) menghindari stereotip siswa, 5) menghindari bias dalam tugas dan prosedur penilaian, 6) mengakomodasi pembelajar berkebutuhan khusus dan bahasa inggris. Keenam kriteria tersebut juga harus diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas.

 

Kata kuncifairness assessment, penilaian inovatif, penilaian kelas berkualitas tinggi, abad 21


 

 

 ---------------------------------------------------------------------------------

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir 1 dengan tema  Pengembangan Evaluasi Untuk Pendidikan Dan Pembelajaran Inovatif” dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mata kuliah Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan ini dapat diselesaikan oleh penulis. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1.     Yang terhormat Prof. Dr. Marsigit, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

2.     Teman-teman mahasiswa kelas A Program Studi S3 Penelitian dn Evaluasi Pendidikan (PEP) Angkatan tahun 2021 Pascasarjana UNY.

Teriring do’a dan harapan semoga Allah SWT membalas amal kebaikan atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan oleh Prof. Dr. Marsigit, MA. dan teman-teman S3 PEP Kelas A.  Tentunya tugas ini memiliki keterbatasan dan kekurangan, oleh karena itu penulis berharap masukan untuk perbaikan selanjutnya dan semoga tugas ini dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi para pembaca, terima kasih.

 

Yogyakarta, 22 Desember 2021

Penulis, 

 

 

 

 ttd.

 

 

Riana Nurhayati

NIM. 21701261034

 


 ---------------------------------------------------------------------------------

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN SAMPUL………………………………………………………...............   i

ABSTRAK……………………………………………………………………..............    ii

KATA PENGANTAR………………………………………………………................    iii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………............   iv

 

A.   PENDAHULUAN…………………………………………………………………..    1

 

1.     Transparansi………………………………………………………………………   3

 

2.     Kesempatan untuk Belajar……………………………………………………......   3

 

3.     Pengetahuan dan Keterampilan Prasyarat…………………………………………  3

 

4.     Menghindari Strereotip Siswa…………………………………………………….   4

 

5.     Menghindari Bias dalam Tugas dan Prosedur Penilaian………………………….   4

 

6.     Mengakomodasi Pembelajar Berkebutuhan Khusus dan Bahasa Inggris………      4

 

B.    KONSEP FAIRNESS ASSESSMENT DALAM MENCIPTAKAN 

      PENILAIAN KELAS BERKUALITAS TINGGI………………………………....  5

 

1.     Konteks ruang kelas dalam penilaian yang adil………………………………..       6

 

2.     Langkah-langkah yang harus dilakukan………………………………………..       6

 

3.     Pengetahuan yang harus dimiliki guru………………………………………….      6

 

C.   IMPLEMENTASI FAIRNESS ASSESSMENT DALAM PEMBELAJARAN

      DI PRODI KEBIJAKAN PENDIDIKAN………………………………………...... 7

 

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...    9

---------------------------------------------------------------------------------

PENGEMBANGAN EVALUASI UNTUK PENDIDIKAN 

DAN PEMBELAJARAN INOVATIF

 

Oleh:

Riana Nurhayati

 

 

A. PENDAHULUAN

Abad 21 (Maknun, D., dkk. 2018) merupakan suatu era dimana manusia dituntut untuk selalu belajar sepanjang hayat dan mengembangkan keterampilan-keterampilan mereka agar mampu bersaing dalam menjalani kehidupannya. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki di abad 21 adalah kemampuan menggunakan pengukuran untuk menilai kemampuan manusia itu sendiri. Jika dikaitkan dengan pendidikan maka kemampuan ini harus dimiliki oleh para guru agar hasil dari penilaian dan pengukuran yang dia lakukan untuk siswanya bisa benar-benar menilai sesuai kemampuan siswanya. Pendidikan abad 21 juga mengarahkan pendidikan untuk berpusat kepada siswa, maupun menerapkan inovasi pembelajaran sehingga guru juga harus mempertimbangkan apa yang siswa butuhkan dan karakteristik dari siswanya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Marsigit (2015) bahwa guru diharapkan mampu untuk selalu mengembangkan pembelajaran yang inovatif (student-centered) untuk mengembangkan sikap dan pengalaman siswa sesuai dengan potensinya. Sedangkan menurut Milles B, Matthew (1973) menyatakan inovasi adalah suatu perubahan khusus bernuansa kebaruan serta memiliki suau tujuan.

Mengacu pada pentingnya mempertimbangkan tentang apa yang siswa butuhkan dan melihat karakteristik mereka, serta berbagai alasan yang mengharuskan guru untuk menyesuaikan penilaian apa yang sesuai dan adil untuk siswa. Tentu saja mempertimbangkan keadilan dan kesesuaian penilaian ini sangat penting karena akan menghasilkan informasi tentang kemampuan siswa dalam menghadapi proses pembelajaran serta untuk memastikan bahwa siswa benar-benar mendapatkan penilaian sesuai dengan kemampuan mereka. Sehingga guru harus memiliki kemampuan untuk melakukan fairness assessment (penilaian yang adil) karena memang pada dasarnya guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik kecuali atas dasar kemampuan yang dinilai (International Bureau of Education).

Asssessment yang adil adalah penilaian yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk menunjukkan prestasinya. Terlepas dari latar belakang siswa, dari keluarga kaya/miskin, dari perkotaan/pedesaan, semua siswa memiliki kesempatan yang sama. Jika ada siswa yang memperoleh lebih banyak keistimewaan atau kelebihan karena faktor yang tidak diajarkan, maka dapat dikatakan penilaian tersebut tidak adil. Penilaian yang adil adalah tidak bias dan tidak diskriminatif, tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak relevan atau subjektif. Artinya, baik tugas penilaian maupun penilaian tidak dipengaruhi secara berbeda oleh ras, jenis kelamin, latar belakang etnis, kondisi kecacatan, atau faktor lain yang tidak terkait dengan apa yang dinilai. Keadilan juga tercermin dalam kenyataan bahwa siswa diberitahu apa yang dinilai dan apakah mereka memiliki kesempatan untuk memahami apa yang dinilai. 

Langkah pertama dalam assessment adalah memilih penilaian yang tepat. Ketika Guru sudah menetapkan target pembelajaran sebagai langkah pertama dalam melakukan penilaian, Guru juga harus menentukan apa yang akan dinilai serta mempertimbangkan bagaimana menilainya. Misalnya metode pengumpulan data apa yang akan guru gunakan untuk mengumpulkan informasi, inovasi apa yang akan guru terapkan untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengetahui dan memahami beberapa kriteria dalam menentukan inovasi tentang kualitas dan kredibilitas metode penilaian yang guru pilih untuk menjaga kualitas penilaian agar tetap tinggi. Jika penilaian dilakukan dengan kualitas lemah maka cenderung akan diabaikan oleh siswa. Sehingga menyebabkan kesimpulan yang tidak akurat dalam menilai kemahiran siswa, dan tidak membantu dalam merancang pengajaran yang lebih efektif.

Selain itu, penilaian kelas berkualitas tinggi juga akan mepengaruhi pembelajaran dan memberikan pelaporan prestasi siswa secara adil dan kredibel. Fokusnya adalah pada inovasi penggunaan penilaian dan konsekuensi dari hasil penilaian dan apa yang akan dilakukan terhadap siswa dari hasil penilaian tersebut. Penilaian kelas berkualitas tinggi juga menginformasikan pengambilan keputusan instruksional. 

Keadilan merupakan pertimbangan utama dalam semua aspek pengujian. Keadilan juga mencakup pelaporan hasil tes individu dan kelompok yang akurat. Keadilan bukanlah suatu konsep saja, akan tetapi harus dipertimbangkan dalam semua aspek pengujian (Nitko, A.J., & Brookhart. S.M. 2014). Untuk mendapatkan penilaian adil untuk penilaian kelas tingkat tinggi maka setidaknya harus memenuhi 6 kriteria penilaian. Diantaranya meliputi: 1) transparansi, 2) kesempatan untuk belajar, 3) pengetahuan dan keterampilan prasyarat, 4) menghindari stereotip siswa, 5) menghindari bias dalam tugas dan prosedur penilaian, 6) mengakomodasi pembelajar berkebutuhan khusus dan bahasa inggris. Sehingga fokus dari penilaian tingkat tinggi adalah fungsi dan konsekuensi dari hasil penilaian tentang apa yang dilakukan oleh siswa.Berikut ini merupakan beberapa kriteria yang menyatakan bahwa suatu penilaian dikatakan adil, diantatanya:

1.     Transparansi

Penilaian yang adil adalah penilaian yang jelas apa yang akan dan apa yang tidak akan diuji. Guru harus menjelaskan kepada siswa dengan sangat jelas dan spesifik tentang target pembelajaran, apa yang akan dinilai dan bagaimana penilaiannya, sehingga siswa mengetahui isi dan kriteria penilaian sebelum penilaian diberikan, dan biasanya penjelasan ini diberikan sebelum pengajaran dimulai. Misalnya disampaikan di awal pertemuan proses belajar mengajar sebagai bentuk kontrak belajar. Ketika siswa tahu apa yang akan dinilai, mereka juga akan tahu apa yang harus dipelajari dan difokuskan. Ketika siswa mengetahui target pembelajaran dan kriteria penilaian terlebih dahulu, kemungkinan mereka akan lebih termotivasi dan terlibat secara intrinsik untuk memperoleh apa yang seharusnya mereka kuasai dan pahami, daripada sekadar mengerjakannya. Ini membantu untuk menetapkan orientasi tujuan pembelajaran bagi siswa, di mana fokusnya adalah pada penguasaan tugas, mengembangkan keterampilan baru, dan meningkatkan kompetensi dan pemahaman.

2.     Kesempatan untuk Belajar

Kesempatan belajar berkaitan dengan kecukupan atau kualitas waktu, sumber daya, dan kondisi yang dibutuhkan siswa untuk menunjukkan prestasinya. Ini menyangkut kecukupan pendekatan instruksional dan materi yang selaras dengan penilaian. Penilaian yang adil diselaraskan dengan instruksi yang menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup bagi semua siswa untuk belajar.

3.     Pengetahuan dan Keterampilan Prasyarat

Ketika siswa akan mengikuti ujian atau pembelajaran yang Anda ampu, misalnya matematika. Anda harus menyampaikan dulu bahwa mata pelajaran ini bisa dengan mudah dikuasai siswa jika mereka sudah mempelajari tentang penjumlahan dan pengurangan Tidak adil menilai siswa pada hal-hal yang memerlukan pengetahuan prasyarat atau keterampilan yang tidak mereka miliki. Ini berarti bahwa Anda perlu memiliki pemahaman yang baik tentang tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dibawa siswa Anda ke unit instruksional. Misalnya siswa perlu mengetahui keterampilan prasyarat apa yang harus mereka kuasai untuk mengambil mata pelajaran matematika.

 

4.     Menghindari Stereotip Siswa

Stereotip adalah penilaian tentang bagaimana sekelompok orang akan berperilaku berdasarkan karakteristik seperti jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi, penampilan fisik, dan karakteristik lainnya. Dalam memberikan penilaian kepada siswa harus didasarkan dengan objektif, walupun terkadang Anda mengetahui bahwa siswa tersebut sedang mengalami kesulitan ekonomi akan tetapi bukan berarti Anda harus memberikan siswa tersebut nilai yang lebih baik dari kemampuan sebenarnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Retelsdorf, J., Schwartz, K., & Asbrock, F. (2015). bahwa memberikan dukungan empiris untuk gagasan terkait perbedaan gender dalam konsep diri sangat dimungkinkan karena keyakinan stereotip guru sebagai orang lain sangat mempengaruhi konsep diri siswa.

5.     Menghindari Bias dalam Tugas dan Prosedur Penilaian

Popham W.J. (2017) telah mengidentifikasi dua bentuk utama dari bias penilaian yaitu ofensif dan hukuman yang tidak adil. 

-       Offensiveness terjadi jika isi penilaian menyinggung, membuat kesal, tertekan, marah, atau menciptakan pengaruh negatif bagi siswa tertentu atau kelompok siswa tertentu. Pengaruh negatif ini akan mengakibatkan siswa tidak memberikan penampilan terbaiknya sehingga mengurangi validitas dari kesimpulan yang diambil. Sehingga Offensiveness merupakan prosedur penilaian yang dapat mengalihkan perhatian siswa karena ada unsur menginggung didalamya.

-       Unfair penalization bisa terjadi jika guru hanya memilih siswa dengan ras tertentu saja yang boleh mengikuti lomba. Hal ini akan memunculkan ketidak adilan bagi siswa.

-       Untuk menghindari bias, guru bisa meminta guru lain untuk menilai soal yang dibuat. 

6.     Mengakomodasi Pembelajar Berkebutuhan Khusus dan Bahasa Inggris

Guru harus memperhatikan apakah siswa tersebut memiliki kebutuhan khusus atau tidak. Dengan kata lain, ketika menilai siswa berkebutuhan khusus, guru perlu memodifikasi tugas penilaian sehingga sifat ketimpangan tidak menjadi faktor dalam kinerja. Misalnya, siswa dengan gangguan pendengaran mungkin memerlukan arahan tertulis untuk menyelesaikan penilaian yang guru berikan secara lisan kepada siswa lain. Sedangkan untuk Bahasa Inggris, dengan meningkatnya jumlah siswa dengan guru bahasa yang berbeda perlu menyadari bagaimana siswa yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, memungkin membuat siswa yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama mengalami kesulitan untuk mendapatkan penilaian yang adil. 

 

B.  KONSEP FAIRNESS ASSESSMENT DALAM MENCIPTAKAN PENILAIAN KELAS BERKUALITAS TINGGI

 

Keadilan merupakan sebuah konsep yang definisinya sangat penting karena seringkali diartikan secara terlalu sempit dan teknis. Kita perlu mendefinisikan keadilan dalam konteks sosial dan memahami apa artinya bagi kelompok dan budaya yang berbeda. Demikian pula, kita perlu menggunakan penilaian pendidikan dengan cara yang lebih inklusif dari biasanya; misalnya menyertakan tes, ujian, penilaian guru atau penilaian kinerja siswa ("assesment" di United Kingdom). Kemudian, kita juga perlu membahas bias pengukuran dan hubungannya dengan validitas, serta konsep keadilan yang lebih luas. Akhirnya, ada tiga contoh cara untuk memastikan adanya keadilan. Idealnya penilaian di abad ke-21 perlu mempertimbangkan konteks sosial penilaian dan terus memperlakukan keadilan sebagai masalah teknis dalam konstruksi tes bagi siswa. Tentu saja hal ini penting karena keadilan dalam penilaian akan mempengaruhi banyak aspek diantaranya adalah sebelum penilaian dilakukan (misalnya akses dan sumber daya) dan konsekuensinya (misalnya hasil interpretasi dan dampaknya) serta aspek desain penilaian itu sendiri (Gipps, C. & Stobart, G. 2009).

Konsep fairness assessment ini akan menciptakan penilaian kelas berkualitas tinggi karena unsur keadilan dalam penilaian tidak bisa terlepas dari masalah akses dalam kurikulum dan dampak yang ditimbulkan dari penilaian yang adil ini akan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengetahui potensi apa yang dimilikinya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Hal ini akan diperoleh jika guru benar-benar menerapkan penilaian yang adil ini, karena terkadang guru kurang mempertimbangkan bahwa setiap siswa pada darnya memiliki kemampuan, kualitas seta pengalaman yang berbeda sehingga siswa memang harus diberikan penilaian yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Untuk membantu guru dalam melaksanakan penilaian yang adil, maka guru perlu menerapkan model yang tepat. Model keadilan menangkap aspek-aspek penting dari keadilan, yang diatur oleh urutan langkah-langkah yang diambil guru dalam pengajaran dan penilaian mereka

Berikut merupakan bagan 1 model keadilan pada penilaian kelas menurut McMillan, James H. (2018):

 


Berdasarkan bagan 1 di atas model keadilan pada penilaian kelas di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.     Konteks ruang kelas dalam penilaian yang adil

a.     Mendorong lingkungan dan interaksi yang konstruktif

b.     Tinjau konteks kelas untuk kemungkinan bias

c.     Sertakan kesempatan yang tepat untuk belajar bagi setiap siswa

2.     Langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu

a.     Pengembangan dan pemilihan metode penilaian

b.     Mengumpulkan informasi penilaian

c.     Menilai kinerja siswa

d.     Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil

e.     Melaporkan hasil penilaian

f.      Merevisi metode asesmen

3.     Pengetahuan yang harus dimiliki guru

a.     Mengenal konsep validitas dan reliabilitas

b.     Memahami sifat bias dalam penilaian

c.     Waspadai kemungkinan modifikasi atau akomodasi

d.     Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi hasil

C.   IMPLEMENTASI FAIRNESS ASSESSMENT DALAM PEMBELAJARAN DI PRODI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

 

Pada dasarnya jika berbicara tentang fairness assessment maka dapat dikaitkan dengan multiple intelegences, dimana menurut Howard Gardner (Rohman, A.  2011) kecerdasan anak ini bersifat ganda  yang meliputi kecerdasan matematik, visual-spasial, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, lingual, natural dan musikal. Artinya setiap anak tidak ada yang tidak pintar karena setiap siswa memiliki potensi yang berbeda bahkan majemuk. Oleh karena itu maka guru harus memiliki kemampuan untuk mampu menilai kemampuan siswa sesuai secara adil sesuai dengan keverdasan yang dimiliki siswa. Selain itu (Marsigit, 2017) guru juga harus memfasilitasi siswa dengan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang bermakna agar siswa dapat belajar berfikir secara kritis. 

Misalnya dalam mata kuliah yang saya ampu di Program Studi kebijakan Pendidikan salah satu mata kuliahnya adalah “Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Dan Kebijakan Pendidikan”. Ketika mengajar mata kuliah tersebut maka hal yang harus dilakukan adalah:

1.     Transparasi: di awal perkuliahan, dosen harus menjelaskan kepada mahasiswa dengan sangat jelas dan spesifik tentang target pembelajaran kelas selama satu semester, termasuk penilaian, tugas, metode serta kompetensi yang diharapkan pada mata kuliah ini agar mahasiswa memiliki gambaran terkait persiapan yang harus mereka miliki untuk mendapatkan nilai yang diharapkan. Perkuliahan ini akan dilakukan dengan beberapa metode pembelajaran seperti project based learning, maupun praktik lapangan.

2.     Kesempatan untuk Belajar: dosen menyiapkan materi atau bahan perkuliahan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Selain itu juga dosen menyiapkan buku panduan praktik lapangan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

3.     Pengetahuan dan Keterampilan Prasyarat: dalam mengikuti perkuliahan “Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Dan Kebijakan Pendidikan” tidak memerlukan ketrampilan prasyarat sebelumnya karena masih mata kuliah dasar. Tetapi tetap dijelaskan ketrampilan apa yang nantinya akan dimiliki dan akan dilakukan.

4.     Menghindari Stereotip Siswa:  mata kuliah ini menerapkan metode project based learning, maupun praktik lapangan untuk mengindari stereotip siswa dalam melakukan penilaian maka penilaian didasarkan pada kinerja mahasiswa tanpa melihat suku, ras, penampilan fisik dan sebagainya.

5.     Menghindari Bias dalam Tugas dan Prosedur Penilaian: tugas lapangan yang diberikan berupa melakukan wawancara dan menggali informasi terkait kebijakan Pendidikan yang ada di masyarakat sekitar untuk membantu mahasiswa memahami permasalahan kebijakan dan langkah-langkah pengambilan kebijakan yang dilakukan. Untuk itu mahasiswa diberikan kebebasan untuk berekspresi sesuai dengan kelompoknya dan harus berhati-hati gar dalam proyek ini tidak terjadi adanya unsur ketersingggungan baik dari massyarakat maupun dikelompoknya. Dosen juga harus mempertegas dan menjelaskan penilaiannya akan dilakukan secara adil.

6.     Mengakomodasi kebutuhan khusus dan pembelajar Bahasa inggris: dosen sudah memperhatikan terkait cara kerja mahasiswa karena ada oemantauan selama masuk dikelas, diberikan pertanyaan pertanyaan yang dapat mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi mahasiswa termasuk kemampuan membuat laporan dalam Bahasa inggris maupun mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus, serta kecerdasan ganda apa yang dimiliki mahasiswa akan terlihat dalam proses dilapangan maupun dalam memberikan pelaporan.

 

Dengan keenam strategi di atas, yang harus diperhatikan selanjutnya adalah isu yang paling sering diperdebatkan yaitu tentang nilai dan perlakuan yang adil dalam interaksi dosen dan mahasiswa. Keadilan dapam penilaian disini berarti tidak ada kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur yang digunakan dan pelaksanaannya dalam pengukuran kemampuan mahasiswa. Untuk memperoleh informasi yang adil bagi setiap mahasiswa, diperlukan alat penilaian yang berkualitas. Tidak mudah memberikan nilai wajar. Karena dosen harus enghilangkan unsur subjektivitas seperti kedekatan dosen dengan mahasiswa dan sebagainya Inilah sebabnya mengapa dosen harus fokus pada kriteria penilaian yang ditetapkan untuk meminimalkan subjektivitas evaluasi. Walaupun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pemberian penilaian, unsur subjektivitas juga tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tapi setidaknya bisa diminimalisir. Dalam kasus lain, seperti plagiarisme, ketika mahasiswa menggunakan jawaban teman, maka dosen dituntut untuk memperlakukan mereka secara adil. Tentu saja, ini perlu dibuktikan. Plagiarisme mahasiswa harus dihukum, dan hukuman itu harus diterapkan kepada siapa pun tanpa kecuali. Misalnya, tidak peduli siapa siswanya, setiap orang yang menjiplak harus kehilangan poin.dan siswa yang mengerjakan secara jujur akan mendapatkan tambahan poin. Itu lah yang perlu dilakukan dosen untuk memberikan penilaian yang adil kepada siswa demi menciptakan sosok mahasiswa untuk peniliaian berkualitas tinggi agar memiliki kemampuan di abad ke 21.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Rohman, Arif. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo.

 

Gipps C., Stobart G. (2009) Fairness in Assessment. In: Wyatt-Smith C., Cumming J.J. (eds) Educational Assessment in the 21st Century. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9964-9_6

Maknun, D., dkk. 2018. Sukses Mendidik Anak di Abad 21. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru.

Marsigit. 2017. Inovasi Pendidikan Matematika dalam tantangan Global. Diakses tanggal 1 Desember 2021, https://www.academia.edu/33127145/Inovasi_Pendidikan_Matematika_Dalam_Tantangan_Global

Marsigit. 2015. Pendekatan Saintifik dan Implementasinya dalam Kurikulum 2013. Diakses pada 8 Desember 2021. https://www.academia.edu/27849740/Pendekatan_Saintifik_Dan_Implementasinya_Dalam_Kurikulum_2013_doc

 

Mathew B.Miles. (1973). Innovation in Education. New York. Teacher College Press.

McMillan, James H. (2018). Classroom Assessment”. Virginia Commonwealth University: Pearson

Nitko, A.J., & Brookhart. S.M. (2014). Educational Assessment of Students. England: Pearson.

Popham W.J. (2017). “Classroom Assessment What Teacher need to know”. University of California, Los Angeles: Pearson.

Retelsdorf, J., Schwartz, K., & Asbrock, F. (2015). “Michael can’t read!”—Teachers’ Gender Stereotypes and Boys’ Reading Self-Concept. Germany: Journal of Educational Psychology. DOI: 10.1037/a0037107.

UNESCO. International Bureau of Education (http://www.ibe.unesco.org/en/glossary-curriculum-terminology/f/fairness-assessment)

Zamroni. (2009). Kebijakan Peningkatan Mutu Sekolah Di Indonesia. (Makalah). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta, April 2009. 

No comments:

Post a Comment

THE NATURE MATHEMATICAL THINKING

  THE NATURE MATHEMATICAL THINKING   Proses berpikir adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang ketika menerima suatu jawaban untuk menci...